Owner pabrik Cokelat Monggo, Thierry Detournay menggambarkan dini mula ia membuat pabrik cokelat. Pada 2001 masyarakat negera Belgia itu tiba ke Indonesia serta bekerja bagaikan dosen Bahasa Prancis di Universitas Gadjah Mada( UGM) Yogyakarta.
Thierry Detournay bawa bekal harus berbentuk cokelat. Sebagaimana orang Belgia yang lain, ia terbiasa makan cokelat tiap hari. Hari demi hari, stok cokelat dari Belgia yang ia membawa mulai menipis serta habis. Thierry Detournay kesimpulannya mencari cokelat di Yogyakarta sampai kota- kota di sekitarnya.
Sayangnya, ia tidak menciptakan cokelat dengan cita rasa semacam cokelat Belgia yang biasa disantap.
Ekspatriat kelahiran 2 Maret 1966 di Saint Agathe, Belgia, itu kesimpulannya memutuskan menyalurkan hobi masaknya. Thierry Detournay mulai mencari formula cokelat Belgia serta buatnya sendiri. Bahan cokelat didapat dari suatu pabrik cokelat di kawasan Yogyakarta biasa mengekspor cokelat.
Sehabis uji coba di dapur, jadilah cokelat truffles bagaikan produk awal Thierry Detournay yang dibagikan kepada sahabatnya.” Mereka bilang cokelat buatan aku lezat. Itu membuat aku bergairah buat menjualnya,” ucap ia.” Tetapi gimana metode berjualan? Saya kan tidak belajar bisnis?”
Penasaran dengan Harga Coklat Monggo ? Bisa cek harga lengkapnya di link berikut ini https://www.mafiaharga.com/2019/12/harga-coklat-monggo.htmlKegiatan Thierry Detournay yang sempat mengurusi kanak- kanak jalanan menimbulkan ilham buat berjualan cokelat di jalanan. Dikala itu, ia pernah berjualan di Malioboro serta jadwal Sunday Morning alias sunmor di kawasan UGM tiap akhir minggu.
Semenjak jam 05. 00 samapi 07. 00, Thierry Detournay melindungi lapak berbentuk Vespa berkelir pink yang diberi taplak. Seluruh produk cokelat buatannya dipajang di atasnya. Supaya awet serta tidak meleleh, ia pula bawa kotak es.” Aku kurang ingat waktu itu biayanya berapa. Yang berarti seluruh orang coba dahulu,” kata Thierry Detournay mengenang.
Dari sana semangat belajar berbisnis menguat. Thierry Detournay mau membuka toko, setelah itu mendirikan pabrik cokelat ala Belgia. Terbayang impiannya menghasilkan konsep cokelat bermutu besar. Serta biar laku terbuat konsep oleh- oleh Yogyakarta. Jadilah nama“ monggo” bagaikan merk.
Dalam bahasa Jawa, kata“ monggo” berarti silakan. Biasanya warga Jawa mengucapkan kata monggo sambil mengacungkan jempol tangan kanan ke atas dengan punggung agak membungkuk yang ialah gestur sopan santun.” Jadi aku seleksi nama Cokelat Monggo sebab itu Jawa banget. Terlebih saya tinggal di kampung. Monggo jadi kunci cokelat ini,” kata Thierry Detournay.
Pada 2005, berdirilah showroom sekalian pabrik kecil dengan nama Chocolate Monggo di Purbayan, Kotagede, Yogyakarta. Marketing Communication Chocolate Monggo, Aji Prasida berkata dikala ini terdapat 7 showroom Cokelat Monggo. Tidak hanya di Kotagede, terdapat pula di Tirtodipuran Yogyakarta, Bangunjiwo Bantul, Hartono Mal Sleman, Halte A serta B Lapangan terbang Adisutjipto Yogyakarta, dan di Darmawangsa Square Jakarta. Di Bangunjiwo pula didirikan Museum Cokelat serta pabrik baru.
Dalam sebulan, Cokelat Monggo dapat menciptakan 300 potong cokelat dengan harga mulai Rp 21 ribu hingga Rp 280 ribu. Thierry Detournay masih fokus memasarkan Cokelat Monggo ke beberapa kota besar semacam Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, serta Denpasar. Ia belum menyasar buat ekspor.” Aku mau buat cokelat yang bermutu buat orang Indonesia. Jika ingin dijual ke luar negara, itu beda tujuannya,” katanya.
No comments:
Post a Comment